| | Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? | |
| | Author | Message |
---|
Badrudin siswa terkenal
Number of posts : 57 Age : 41 Lokasi : Masih di kolong langit Registration date : 2008-07-11
| Subject: Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? 1st August 2008, 20:15 | |
| Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan?
Rekans ,... pasti sudah paham, tahun ini saya bertambah usia. Yang kata orang termasuk usia ‘paranoid’ untuk wanita. Kenapa? Karena di usia ini saya masih melajang, Alhamdulillah. ... loh kok? Yah... inilah jalan hidup Alloh bagi saya. Kalau tahun-tahun lalu saya memaksakan diri menikah, nggak yakin deh cita-cita saya sebagai redaktur, reporter, penulis, editor, dan sebagainya akan kesampaian seperti sekarang. But... who knows?
Tapi... nggak bisa dipungkiri saya sempat mengalami masa-masa melow menjelang dan setelah angka parno itu menghinggapi saya. Bahkan saya nggak mau mengingat hari ultah saya kemarin. Saya udah mewanti-wanti orang rumah, yang mau beli kue tar, jangan pajang lilin angka. Untungnya karena kesalahpahaman, kue tar itu nggak kebeli. Kami hanya syukuran dengan nasi kuning dan pernak-perniknya di rumah.
Kemarin itu.. secara nggak sengaja saya nonton acara ‘Cinta’ di O’Channel dengan tema yang ‘gue banget’, yakni “Melajang di usia 30”. Hmmm... meski enggan nonton, tapi saya yang saat itu kebetulan lagi melow lagi, memaksakan diri untuk melihat.
Nara sumbernya adalah Ratih Ibrahim (saya kurang paham, mungkin dia seorang psikolog, karena nontonnya telat). Dalam acara itu dibahas polemik mengapa sekarang banyak orang (baik pria maupun wanita) masih melajang di usia 30-an? Tapi karena kebanyakan wanita yang paling ‘sensi’ soal beginian, maka pembahasan lebih banyak ke urusan perempuannya.
Mbak Ratih bilang, dulu ada eranya di mana perempuan yang sudah menikah saat usia 20 an, maka akan dibilang laku, hebat, menikah merupakan prestasi. Jadi jika saat itu ada wanita hampir usia 30 belum menikah, ia akan merasa rendah diri. Tapi sekarang, eranya sudah bergeser. Wanita lebih memilih menyelesaikan pendidikan tingginya, lalu bekerja, kemudian menikah. So, deadline menikah mereka menjadi mundur, ntar aja usia 27 or 28 baru mikir nikah.
But, ketika usia sudah mencapai angka deadline, jodoh belum teraih, maka mulailah ia panik. Mengapa? Karena menikah masih dianggap sebuah achievement, sebuah prestasi, dan mungkin sebuah ujung dari kehidupan, terutama bagi wanita. Kemudian, mereka akan berpikir dari segi reproduksi, waduh.. gue udah 30 an nih, masih mungkin nggak ya hamil dan melahirkan? Bukankah resikonya lebih besar. Atau ‘ancaman’ bahwa perempuan yang belum hamil, melahirkan, dan menyusui di usia resiko itu akan mudah terkena penyakit kanker payudara dan kanker rahim.
Terus terang saya pun termasuk yang kepikiran soal reproduksi dan kesehatan ini. Kalo pria di umur 35 belum nikahpun dia masih tenang-tenang aja, ya karena masa reproduksi dia masih panjang. Sampai umur 60 juga masih bisa kali hamilin perempuan, tul kan?
Kemudian ada beberapa hal lain yang membuat wanita menjadi panik dan parno jika ia belum menikah di usia 30-an, selain faktor reproduksi dan kesehatan, yakni: Standar yang sudah ditentukan diri sendiri, bahwa ia harus menikah di usia 20 an, kemudian tuntutan keluarga (terutama ortu) dan tuntutan lingkungan, dan masalah achivement tadi.
Sehingga jika jodoh belum sampai padanya, maka si wanita lantas menjadi panik, dan seolah ‘kejar setoran’. Yang dikhawatirkan, ia akan bertindak gegabah, hanya mementingkan emosinya, siapa saja oke deh, yang penting gue nikah!
Padahal menikah mengandung konsekwensi, kewajiban, dan tanggung jawab yang nggak mudah dan ringan. Menikah jangan dipikir enaknya aja. Apa-apa yang bisa dikerjakan saat lajang, belum tentu diperoleh saat perempuan itu telah menikah. Jika ia menikah karena alasan emosi (daripada dibilang nggak laku? Daripada gue nunggu lagi padahal umur udah segini, dan alasan-alasan lain yang nggak rasional) ditakutkan pernikahan itu nggak membawa kebahagiaan baginya.
Pertamyaannya, mengapa banyak wanita masih melajang di usia 30-an? Karena posisi wanita dan pria sudah semakin equal, semakin seimbang, membuat perempuan mencari partner hidup yang bisa mengimbanginya. Pendidikan perempuan semakin tinggi, karirnya semakin berkembang, tapi ia masih menuntut mendapatkan jodoh yang lebih tinggi dan lebih baik darinya. Sehingga kesempatannya lebih kecil dan ada anggapan apa... jangan-jangan kualitas pria sekarang yang malah menurun?
Kalau mencari yang setara dan cocok, mungkin kesempatan itu lebih lebar. Nggak bisa dipungkiri juga, sebagai lajanger di usia 30, kadang malah kita yang disalahin. Inipun saya mengalami. Kalo ketemu temen lama yang sudah momong anak dan tau saya belum menikah, komentarnya biasanya:
“Lo milih-milih kali...”
“Mentingin karir aja sih, elo, kapan nikahnya?”
“Nggak nyari sih....”
Menyakitkan memang. Emangnya saya harus laporan setiap lagi proses sama seorang pria? Plis deh.... kalopun proses itu mengalami kegagalan, atau ketidakcocokan, sederhananya. .. emang belum jodoh? Gimanapun Alloh lah penentu ujung ikhtiar kita. Yah, tapi komentar-komentar itu lebih mendingan, daripada disangka... nggak laku?
Lagian karir saya biasa aja, saya bukan orang yang terobsesi sama karir. Kalopun sekarang saya ‘terpaksa’ konsen ke karir dan karya... yah mumpung jomblo gitu, lohhh.... Masa diam di tempat aje???? Saya kan kudu mencari cara untuk membuat kejombloan saya berguna dan bermanfaat, tho?
Dibilang pemilih.... setiap orang pasti punya pilihan dan kriteria, sepanjang masih wajar. Apakah lantas karena usia sudah menginjak angka parno, kita main sabet yang ada di depan mata? Hanya demi menikah di usia yang kita inginkan? Bagaimana kalo jadinya pernikahan itu nggak membawa manfaat, hanya membawa mudharat? Nggak ok juga kan?
Misalnya ada seorang pria begajulan, kelakuannya nggak bener, namun ia cinta mati sama kita dan ngajak nikah, karena usia sudah parno, lantas kita terima dia? Begitukah pernikahan?
Kalau menikah hanya sebagai “status”... saya mungkin sudah menikah dari kapan tau. Tapi apakah itu tujuan sebenarnya dari sebuah pernikahan bagi wanita? Hanya untuk status?
Saya bersyukurnya, ortu memahami kondisi saya. Mereka bukan tipe penuntut, yang dikit-dikit usil,”Kapan dong Dek, umur tuh ingat, “ atau...”Kamu nggak ada apa temen laki yang bisa diajak nikah?” atau..”Kok kamu nggak punya-punya pacar sih?” dan sebagainya.
Mereka membantu dengan doa dan sesekali nyariin juga. Ini juga menjadi problem mengapa wanita sekarang masih melajang di usia 30-an. Kadang kita suka gengsi kalo dicarikan atau dijodohkan orang. Seolah nggak laku, atau nggak punya pilihan sendiri. Padahal cara Islam pun seperti ini. Saya nggak anti dikenalkan seseorang lewat perantara, termasuk dari ortu. Yah, kenalan dulu apa salahnya? Ortu juga nggak maksa jadi kok? Kalo nggak cocok ngapain dipaksa? Betul bukan? Karena pintu jodoh kan dari mana aja, bisa temen sendiri, bisa dari guru ngaji, bisa dari ortu, bisa tetangga sendiri, atau bisa mantan pacar? Who knows?
Mbak Ratih juga bilang, open your self. Bergaul dengan banyak orang, banyakin temen. Kalo temen laki yang baik ama saya, sih saya akui banyak. Yang care, peduli, sedia membantu, Alhamdulillah. ...
Tapi emang saya rada ‘anti’ membawa temen lelaki ke rumah, karena saya menjaga perasaan Mama yang sebenarnya rada sensi soal ginian. Saya ngeri beliau berharap banyak dengan tamu lelaki saya itu. Setiap saya proses dengan pria, jika mengalami kegagalan, sakit hati saya lebih ke kasihan sama ortu. Saya sendiri lebih bisa mengatasi rasa kecewa, tapi saya nggak sanggup melihat kekecewaan di mata orang tua, terutama Mama.
Melihat ortu semakin tua, saya semakin takut kehilangan mereka. Kemarin waktu Mama ngomong (meski nadanya enjoy-enjoy aja) kalau mau minta dibiayain sama kakak saya yang di Batam (yang kebetulan ekonominya berlebih) untuk pasang gigi palsu karena giginya udah banyak yang tanggal, saya sempat menangis sendirian, Ya Alloh.... sudah semakin berkurangkah usia mereka?
Saya sedih belum bisa membahagiakan mereka. Bapak sudah berumur 70 tahun, Alhamdulillah masih sehat. Saya sedih belum bisa ‘kaya raya’. Rasanya saya ingin meminta beliau berhenti kerja, nikmatin aja hari tuanya di rumah, wirausaha kek, nggak usah kerja tiap hari. Mama umurnya menjelang 60 tahun. Alhamdulillah meski punya penyakit tetap, tapi masih sehat juga, masih bisa wira-wiri arisan, ngaji, organisasi.
Semalam sih Bapak cerita dapat tawaran lain dari temannya, karena Bapak relasinya luas, di bidang penerbangan (dulu doi pilot, loh). Temennya minta doi gabung karena mau kirim mesin-mesin pesawat ke New Zealand. Doi punya relasi di NZ. Doakan ya supaya goal, supaya bapak saya kerjanya lebih enjoy, flexibel, dan berkah di tempat barunya ini.
Kok jadi ke mana-mana yak? Kemudian Mbak Ratih bilang lagi, banyak juga yang memilih melajang. Memang mereka nggak mau menikah. Kalau bagi lelaki bisa jadi melajang di usia 30 an adalah pilihan (karena merasa belum mapan, belum ada yang cocok, atau mungkin terlalu pemilih... terutama soal fisik), tapi pada wanita? Mungkin sebagian besar karena kondisi, ya... jodohnya belum nyantol, mau diapain.
Meski ada juga yang menyalahkan kenapa wanita nggak mau agresif, wanita bisa milih juga kok, dulu jaman Rasulullah Saw kan wanita suka menawarkan diri untuk dinikahkan pada lelaki sholeh.
Kalau saya sendiri sih... takut salah pilih... apa iya dia orang yang bener dan sholeh, kalau salah gimana? Belum lagi kalo ditolak, mungkin perempuan lebih sensi soal penolakan ini ya, trus... budaya kita emang cenderung meminta perempuan menanti dipinang kan? Usahanya ya berdoa, bergaul, dan minta dicarikan oleh orang lain. Atau... lelakinya nggak biasa ‘ditembak’ duluan. Maka jangan hanya perempuan aja yang disalahkan dong, lelakinya juga kudu menyesuaikan diri dengan cara yang sebenarnya sudah ada dari jaman Rasul itu.
Gimanapun saya bersyukur Alloh masih memberikan kesempatan yang luas bagi saya untuk melebarkan sayap. Pada waktunya jodoh akan datang kok. Kalo saya ngaji dan melihat temen ngaji sibuk sama bayinya, di rumah katanya nggak bisa ngapa-ngapain karena anaknya nuntut perhatian melulu, saya jadi bersyukur... iya ya.. saya masih bisa ngetik tanpa ada yang protes, masih bisa menikmati waktu untuk diri sendiri, dan kesempatan-kesempat an lainnya.
Parahnya...bisikan syetan suka mampir, yang membuat saya kadang kepikiran: hmm.. gue nikahnya ntar aja kali ya... kok ngeliat mereka-mereka yang udah nikah malah repot banget sih? Terpasung. Enakan lajang.... Astaghfirullah. .. mungkin ini godaan bagi yang kelamaan jomblo. Duh, jangan sampe saya kepikiran untuk nggak nikah, deh.... gaswat, ntar nggak masuk golongan umat Rasulullah Saw.
Usaha sih jalan terus. Makanya saya ngebet banget nih umroh, mau ‘charge’ iman, doakan ya dana saya segera cukup rekans... thanks atas waktu sharingnya.
Jadi.. benarkah melajang di usia 30-an itu pilihan? Gimana pendapat rekans???
Sumber penulis: Laura Khalida | |
| | | esap siswa kebanggaan sekolah
Number of posts : 147 Age : 40 Lokasi : jakarta-balikpapan-jakarta Registration date : 2008-07-04
| Subject: Re: Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? 4th August 2008, 10:03 | |
| wanita..wanita.. semakin tinggi yang dia capai.. semakin banyak pertimbangannya.. | |
| | | godek inc siswa kebanggaan sekolah
Number of posts : 123 Lokasi : alam bawah sadar Registration date : 2008-07-16
| Subject: Re: Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? 4th August 2008, 10:08 | |
| - esap wrote:
- wanita..wanita.. semakin tinggi yang dia capai.. semakin banyak pertimbangannya..
attetion please,sales bong | |
| | | Cecep siswa terkenal
Number of posts : 54 Registration date : 2008-07-08
| Subject: Re: Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? 4th August 2008, 10:14 | |
| Every single thing in your life is a matter of choice, so yeah, i think melajang di usia 30-an, is everybody's choice. | |
| | | e KARIEN i siswa biasa
Number of posts : 20 Age : 39 Registration date : 2008-07-11
| Subject: Re: Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? 16th August 2008, 19:34 | |
| halo bad..kebetulan g baca postingan lo,pas abis baca forward-an message dari temen g..oiya temen g itu cewek pintar berpenampilan menarik dengan karier menjanjikan..ini dia message-nya, yang benar2 mencerminkan pandangannya terhadap pernikahan..
jd perawan tua...ihhhh....... seremmm............ wkekekekekekekekekekeke....... "KAPAN NIKAH???" "UDAH, JANGAN MILIH-MILIHLAH! !!" "JANGAN LAMA-LAMA!!! !" "JANGAN KEJAR KARIER TERUS DONG!!!"
Tiba-tiba kalimat-kalimat norak diatas jadi sering gue denger dari orang-orang disekitar gue... nyebelin banget! dan mungkin banyak dialamin juga sama sebagian besar dari kalian semua (sorry buat yg udah punya pasangan hehehhe...) kenapa juga menikah itu jadi tujuan terakhir dalam hidup?Emangnya dengan menikah persoalan selesai? Bukannya jadi nambah masalah?
KAPAN NIKAH???? ya gak tau! emang kenapa sih kalo gue masih pengen sendiri? emangnya gue bakalan membuat penipisan lapisan ozon makin cepat dengan kesendirian gue.
UDAH JANGAN MILIH-MILIH! !! Kok jangan milih-milih sih? MEMILIH ITU PENTING. Pada saat gue memutuskan untuk menikah dengan lawan jenis dan bukan sesama jenis aja berarti gue sudah melakukan pemilihan (sadis amat sih contohnya hehehhehe... .)
Pada saat gue memutuskan untuk menikah dengan si pria A dan bukan si pria B, berarti gue sudah melakukan pemilihan. Pada saat gue memutuskan untuk menikah dengan pria yang seiman dan bukan yang beda kepercayaan, berarti gue sudah melakukan pemilihan. SIAPA BILANG JANGAN MILIH-MILIH.
JANGAN LAMA-LAMA!!! LHAAAA... emangnya gue si hunter (nama anjing gue) yang gak bisa ngeliat doggy betina, langsung dikejar- kejar buat dikawinin. Dua pribadi yang berbeda membutuhkan waktu untuk saling mengenal satu sama lain. Lebih baik menyisihkan waktu lebih lama di waktu pend eka tan atau pacaran daripada mengambil keputusan gegabah dengan resiko menyesal seumur hidup.
JANGAN NGEJAR KARIER TERUS!!! Gue gak ngejar karier, gue ngejar gajinya hahahha.... nikah itu butuh modal dan modal itu harus dikumpulin sedikit demi sedikit bukan jatuh dari langit.
Gue justru ngeri ngeliat temen-temen gue yang berlomba-lomba nikah, kalo gue tanya alasannya pasti karena umur, desakan orang tua yang mulai malu karena anak gadisnya gak laku-laku, takut dibilang perawan tua.
Ketakutan-ketakutan itulah yang membuat temen-temen gue "tutup mata" terhadap setiap perbedaan yang justru sebetulnya sangat penting untuk dipertimbangkan pada masa pacaran apakah memang "gue itu tulang rusuknya dia" (buat yang cewek) atau apakah "dia tulang rusuk gue " (buat yang cowok),
mer eka punya prinsip yang penting nikah dulu. mereka dengan gampangnya berpikir bahwa karakter buruk yang sudah tertanam selama berpuluh-puluh tahun didalam diri "sang kekasih" bisa hilang begitu saja pada saat menikah.
Gue tahu mungkin banyak yang gak setuju dengan pendapat gue, tapi gue gak mau menikah hanya karena masalah umur, siapa sih yang berhak ngasih patokan umur seseorang untuk menikah? siapa sih yang berani jamin bahwa nikah di umur 25 tahun akan lebih bahagia dari yang nikah di umur 30 atau lebih?, coba liat di catatan sipil, angka perceraian paling tinggi terjadi pada pasangan yang menikah pada umur yang mana (kalo udah dapet datanya, kasih tau gue ya, soalnya gue sendiri gak pernah ngecek hahahahh.... )
Malah menurut gue menikah diusia 30 atau lebih itu banyak sisi baiknya, karena disitu biasanya emosi seseorang sudah lebih stabil, kedewasaan temperamen sudah mulai terbentuk, persiapan materi cukup memadai. (materi itu tetap harus masuk dalam pertimbangan dong, kan gak bisa bayar listrik sama bayar telepon pake surat cinta),
Gue juga gak mau menikah karena desakan orang tua atau karena takut dibilang perawan tua, yang ngejalanin pernikahan itu kan gue bukan mereka , yang bakalan tanggung semua resiko kalo ada masalah kan gue bukan mer eka , perkawinan kan bukan tuk dibuat main- main apalagi trus kawin - cerai. kebayang gak tuh kalo sampe salah milih bakalan sengsara seumur hidup.
JADI LU GAK PENGEN NIKAH? GUBRAKKK.... !!!! gue pasti pengen nikah tapi dengan alasan yang tepat, gue pengen nikah karena gue menyadari bahwa hidup ini terlalu berat untuk dijalani sendirian (ceileee...puitis bgt), gue pengen nikah karena gue menyadari gue membutuhkan seseorang yang bisa saling mendukung dalam segi spiritual dan material, gue pengen nikah karena gue butuh menyayangi seseorang dan butuh untuk disayangi (hihihihi... jadi malu nih), dan masih banyak lagi...
tapi yang jelas gak bisa ditentuin kapan waktunya, bisa cepet bisa juga lama, kalo soal waktu kan terserah sama yang DIATAS.
DON'T PUSH ME TO GET MARRY SOON, LET ME WAIT MY TIME, CAUSE MY GOD WILL PROVIDE ME THE BEST PERSON WHEN THE TIME COMES.
Dear All,
Boleh sharing ?
Berdasarkan pengalaman pribadi (hehehe...) memiliki pasangan (pacar or tunangan) dengan menikah itu bisa berbedaa banget
Saya termasuk orang yang cepet banget punya pasangan.
Dan masa pacaran yang pertama itu nyaris 10 tahun dari SMP sampai kuliah (hihihi). Tapi gak tau kenapa, dari awal saya udah merasa bahwa pacar yang ini bukan calon suami yang akan mendampingi saya sesisa umur saya. Padahal dia tuh orangnya baiiiiiiik banget. sabaaaaar bangeeeet. ngertiiii iiiiiiiin banget dan banyak hal-hal baiiiiiiiik banget yang dia miliki. Hanya saja sejalan dengan perkembangan umur, perkembangan minat perkembangan lain-lain saya merasa bahwa dia tidak akan mampu mendampingi saya yang maunya banyaaaaaaaaak banget. Jadinya kita pun putus baik-baik dengan perencanaan tanpa rame-rame (walaupun akhirnya seluruh keluarga geger abis) dan membutuhkan waktu hampir 2 tahun untuk menyelesaikan banyak hal.
Kemudian saya kenal dengan suami saya sekarang ini. Masa pacaran juga lamaaaa banget... sekitar 3 or 4 tahun gitu... pokoknya udah bikin semua ilfil... bosen... dan cape nanya .... (tapi aku keukeuh sukeukeuh... tidak tergoda untuk menanggapi). ... Calon mertua juga udah cape nanya , cape mengancam... cape ngeliat kita gak jelas juntrungannya. .. Teman-teman, sodara, calon gebetan ( belum sempet nggebet siiih...) sudah berdebar-debar menunggu... jalan terus apa bubar. Sampai akhirnya... tiba- tiba saya mau aja diajakin married...
Begitulah... begitu married... astaga... kemana itu yang namanya pacaran tahun-tahunan. .. Yang namanya pacar sama suami itu beda banget...(hehehe. ...maaf para suami !).
Mungkin dia juga mikir... pacar sama isteri juga bedaaaaa banget. Padahal.. rasanya waktu pacaran itu semua stok sifat buruk udah keluar semua... (iyalah.. pacaran segitu lama...rumah juga gak jauh-jauh amat..masih satu lingkungan.. .hikksss. ..).
Tapi ternyata ada modifikasi sifat... ada kebutuhan baru yang nggak kepikiran sebelumnya. Contoh paling sederhana... jaman pacaran sih kita (cewek) seneng aja membuatkan minuman buat sang pacar. Giliran married...duuuh. ..bangun tidur diminta bikinkan coklat susu sementara kita juga masih nguanttuuuukkkk. ..(tau aja kan manten baru...)... rasanya darah udah naik ke kepala... Trus... karena belum punya pembokat (walaupun udah misah rumah sama mertua)... kita kan harus cuci pakaian sendiri. Tuuhh si Tuan besar enak aja ngelempar celana sama bajunya ke pojokan kamar... Duaaaar.. apa gak kepala mo meledak rasanya ? Biasa kan kamar cewek tuh rapi dan teratur..tiba- tiba jadi kayak kapal pecah !
Masih ada lagi dosanya... kalo mencet odol... pasti dari tengah... dan gak pernah ditutup lagi !!!! ( ...setelah saya baca di banyak artikel mengenai pria...ternyata urusan mencet odol ini memang sudah menjadi bagian perilakunya. ..hahaha...) ...
kalo nonton tv kerjanya mainin remote control sampe kita senewen ngeliatnya.. . kalo udah berkutat sama hobinya kita ditinggalin begitu saja...
Hal-hal kecil itu...dan kadang ada hal besar juga... memang menjadi agenda dan kurikulum perkawinan.
Lima tahun pertama... urusannya masih perang antar suku... (silang pendapat, pertandingan egoisme, mencari jati diri sebagai isteri dan suami)...
Lima tahun kedua...urusannya udah mulai ke visi dan misi mengenai pendidikan anak...
Lima tahun ke tiga...urusannya udah ke pengembangan karier dan rumahtangga. . (udah mulai numpuk- numpuk kekayaan...hehehe. .)...
Lima tahun ke empat urusannya udah masa depan anak...mo kemana niih anak kita...jadi udah kembali ke siklus hidup kita yang awal lagi...
Kenapa perkawinan bisa bertahan ? Jawabnya sederhana : karena KOMITMEN !!
Kita berkomitmen untuk hidup bersama dengan orang yang sangat berbeda dengan kita. Kita berkomitmen untuk mengisi segi- segi yang kurang dari pasangankita.
Sama seperti kita juga menerima dia untuk mengisi kekurangan kita. Justru semakin banyak kekurangan pasangan kita, maka semakin berguna hidup kita. Dan semakin banyak kekurangan kita, semakin banyak kita menerima dari pasangan kita. Kalau kita sudah malas berkomitmen, maka perkawinan sudah diambang pembubaran. Tidak perlu menunggu orang kedua atau ketiga. Semua itu ada dari dalam diri kita sendiri.
Jadi begitulah... Kalo memang belum siap berkomitmen. ... biar pun pacaran 10 tahun... 20 tahun... seyogyanya nggak usah married. Biar aja orang lain yang cape komentar . Toh yang akan menjalankan hidup berkeluarga nanti adalah kita berdua... dan kelak anak-anak kita juga. Memang ada yang bilang, ngapain pacaran lama-lama... kalau sudah ada yang mau ya langsung saja. Itu juga oke... bagaimana kita mampunya aja berkomitmen.
Ada yang bilang, perkawinan itu seperti main judi. Tapi judi kan seperti tebak-tebakan. Untung-untungan. Padahal perkawinan bisa dipelajari. Saya bilang, perkawinan itu seperti sekolah tanpa akhir... tanpa ijazah... Tiap hari kita belajar, tiap hari kita ujian.. dan uji ketahanannya harus seumur hidup.
Satu hal... tidak ada perkawinan yang ideal ! Setiap pasangan memiliki pola sendiri. Jadi kita sendirilah yang membuat perkawinan itu mau ideal apa tidak. Jadi jangan mencontek perkawinan orang lain... karena kita bukan menikah dengan salah satu pasangan yang ideal itu... dan kita pun bukan pasangan ideal dari orang yang ideal di luar sana ..
Yang cocok untuk orang lain, belum tentu ideal untuk kita. Yang cocok untuk kita, belum tentu ideal buat orang lain.
Buat yang sudah married... mohon maaf kalau tidak sesuai dengan pakemnya.
Untuk yang belum married... go ahead... hidup ini punyamu sendiri kok... Memilih menikah sekarang atau besok, adalah pilihan hidup masa depan.. Kalau mau belajar coba-coba ya monggo...ntar yang sengsara kan diri sendiri. | |
| | | Cecep siswa terkenal
Number of posts : 54 Registration date : 2008-07-08
| Subject: Re: Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? 19th August 2008, 10:39 | |
| SETUJUUUUUU , gw jg plg ga demen yg namanya nanya2in temen2 gw kpn mrk akn married, kasarnya sih sebodo amat lo mo kawin kapan kek, it's ur decision, ur life, ur rights, ur choice. Doesn't concern me whatsoever. Tapi kl mrk butuh saran and masukan soal married, i'm all ears . Karien was right, married is once in a lifetime and for eternity, so u MUST CONSIDER EVERY ASPECT OF IT THOROUGHLY, WISELY, AND CAREFULLY, so eventually u won't regret it. Kebalikan dari kenapa msh mnunda mnikah pdhl umur lo udh lbh dr ckp, gw nikah umur 23 and sering dpt ptanyaan: KENAPA NIKAH MUDA ?? Lah, emang napa?? Khalayak ramai msh bpendapat, biasanya patokan cowo nikah diatas 25-27 thn, dbawah itu dbilang kburu napsu lah, dgosipin "kecelakaan" lah, dbilang "lo nikah ats tekanan camer lo ya (coz istri gw 2 thn lbh tua dr gw)?", atawa "lo kan blm cukup ekonomi". So what nikah muda? gw ga ad kraguan sdkt pun wkt ambl kputusan nikah, gw niat krn ibadah, mmantapkan hidup, gw suka akn tanggung jawab yg akn gw tanggung akn anak istri gw kelak (makes me even more mature than ever). Memang, ga bisa dpungkiri pasti ad pbedaan dg pasangan wkt pacaran sm pas udh married, tapi disitulah seninya. Ibarat Leonardo da Vinci yg mramu beragam warna dlm lukisannya shg mjd lukisan masterpiece mcm Monalissa / Madonna of the Rocks (The Da Vinci Code banget, hehehe), pnikahan itu meramu beragam sifat dan karakter dari suami & istri (not to mention both big families) shg mjd masterpiece yg dsebut keluarga sakinah, mawaddah and warrahmah (bayangkan, betapa bangganya memiliki masterpiece seperti itu, it will be sebuah prestasi yg plg mbanggakan seumur hidup). And I simply would like to have a happy family dg sgala risiko, tantangan (who knows what), dan cobaan. EMANGNYA LO UDAH MAPAN ?? Indeed, mslh ekonomi pst msk factor kunci ksiapan married. Both parties (atau plg tdk calon suami) hrs sdh mapan, kl gak, mo ngasih mkn istri apa nti??. Masalahny patokan "mapan" itu masih relatif, kpn gw dbilang cukup mapan u married?? Brp duit gw d bank / apa udh pny rumah sendiri / mobil smp dbilang “cukup mapan”? Gw hakul yakin, walaupun phasilan gw wkt itu org blg bln sberapa smp dbilang "modal nekat doank”, rejeki gw ssudah married pasti lebih bagus. Alhamdulillah, namanya juga niat ibadah, ada aja rejeki dr sumber yg tdk gw sangka2. ARE YOU HAPPY?? No question about it, sekarang gw pny 2 harta plg bharga d dunia ini, istri n anak gw. And I’m happier than ever now than when I was single. But hey, it’s just me. If u prefer to stay single in ur 30, just take that path, as long as you happy. 1 thing 4 sure, don’t let anyone decide what u must do, especially when it’s against ur will and ur choice of happiness. Believe in what ur heart say. OK | |
| | | Sponsored content
| Subject: Re: Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? | |
| |
| | | | Melajang di Usia 30-an, Betulkah Sebuah Pilihan? | |
|
Similar topics | |
|
| Permissions in this forum: | You cannot reply to topics in this forum
| |
| |
| |