A friend of mine pernah bercerita saat berlibur ke Singapura. Suatu ketika ia belanja minuman dalam kemasan di sebuah toko. Setelah membayar, ia bergegas hendak pergi. Tetapi, sebelum jauh melangkah, pemilik toko memanggilnya kembali,
"Anda dari Indonesia
?"
"Benar
," kata temen gw.
"Kalau begitu, Anda harus meminumnya di sini
!"
Teman gw heran. Mengapa pembeli yang lain boleh bebas membawa keluar minuman yang dibelinya?
"Kenapa
?"
"You, orang Indonesia,
suka buang sampah dimana saja !"
Hiks
. Label memalukan: 'Orang Indonesia suka buang sampah di mana aja'. Namun, gak ada waktu beragumentasi. Terpaksa temen gw itu meminum minumannya di toko itu juga, dan langsung membuang botol bekasnya ke tong sampah yang tersedia di sana.
Guys & Girls, memang tiap individu itu berbeda2 sifat dan perilakunya, tetapi orang luar udah terlanjur mencap orang Indonesia sebagai "a dirty lifter".
Semua ini salah satunya dikarenakan kita dimanjakan oleh sistem. Sistem
.
Ya, sistem yang dimiliki Indonesia emang masih menganut sistem yang berorientasi pada
mass waste-producing society, dimana pemerintah berperan sebagai aktor utama dalam kegiatan pembersihan sampai, sedangkan TPA dan insinerator dijadikan solusi untuk mengatasi limbahnya. Sistem ini merupakan pilihan yang paling mudah dijalankan namun akibatnya tingkat kepedulian masyarakat sangat rendah terhadap kebersihan lingkungan. Masyarakat dimanjakan oleh sistem yang akhirnya menumbuhkan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan.
Singapura emang salah satu negara yang terkenal dengan kebersihan dan kesadaran warga negaranya yang tinggi untuk membuang sampah pada tempatnya. Negara berlambang singa itu bahkan berani menetapkan dan menjalankan denda yang cukup tinggi bagi siapa saja yang membuang sampah sembarangan.
Lain halnya dengan Jepang. Negara yang berkembang dengan pesat sejak dimulainya Restorasi Meiji ini bahkan memiliki sistem pengolahan sampah yang disebut
sound-material-cycle society, yaitu sistem yang berorientasi pada masyarakat yang dapat melakukan siklus material secaara menyeluruh dalam pengolahan sampah melalui kebijakan mengurangi semaksimal mungkin arus sampah menuju TPA, memanfaatkan kembali barang2 yang masih bisa digunakan, dan mendaur ulang material tertentu. Dengan sistem ini, masyarakat Jepang dididik untuk disiplin dan sadar serta berperan aktif dalam menanggulangi sampah.
Sekedar info aja Guys & Girls, setiap ton kertas daur ulang dapat menyelamatkan 17 pohon, 380 galon minyak, 3 yard kubik tempat pembuangan sampah, 4000 kilowatt energi, dan 7000 galon air. Ini sama aja dengan penghematan 64% energi, 58% air, dan 60 pon polusi udara berkurang.
17 pohon yang terselamatkan, bisa nyerap 250 pon CO2 dari udara tiap tahunnya. Membakar dalam jumlah yang sama bisa menciptakan 1500 pon CO2. Sampah plastik atau benda2 yang mengandung plastik (tas kresek, kantong plastik, bungkus permen, kemasan styrofoam atau gabus) jika dibuang gitu aja ke dalam tanah, baru bakalan hancur dalam waktu sekitar 200 - 400 tahun.
So, Guys & Girls, r u a dirty lifter or r u a environment lover
? Coz cuma kita sendiri yg bisa ngubah pendapat orang (negara) lain tentang perilaku kita, especially soal imej suka buang sampah sembarangan.